PUBLIKAINDONESIA.COM, BANJARMASIN – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif di UPT Puskesmas Angsau, Kabupaten Tanah Laut, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Rabu (16/4/2025). Terdakwa dalam perkara ini adalah Eko Wahyudianto.

Untuk membuktikan dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat orang saksi. Salah satunya adalah Bendahara Dinas Kesehatan Tanah Laut, Khadavi Muttaqein, yang mendapat sorotan tajam dari Majelis Hakim terkait prosedur pencairan SPJ yang diduga fiktif.
“Pencairan harus sesuai prosedur. Bapak lakukan tidak?” tanya Hakim Anggota, Feby Desry, kepada Khadavi di ruang sidang.
Khadavi menjawab bahwa prosedur sudah dijalankan, namun hakim langsung menanggapi tegas dengan menyatakan bahwa pencairan tidak akan terjadi tanpa peran aktif dari bendahara.
“Ini sudah ada buktinya, Pak. Kalau tidak ada peran Bapak, ini tidak akan terjadi,” tegas Hakim Feby.
Fakta lain yang mencuat dalam persidangan adalah bahwa Khadavi tidak memeriksa secara menyeluruh kelengkapan dokumen SPJ, dan hanya mengandalkan stempel serta paraf dari terdakwa sebagai dasar pencairan dana.
Tim penasihat hukum terdakwa kemudian mempertanyakan perbedaan keterangan antara Khadavi dan saksi sebelumnya, Adiya, dan bahkan mengusulkan agar dilakukan konfrontasi untuk mengklarifikasi perbedaan tersebut.
Selain Khadavi, tiga saksi lainnya yang turut dihadirkan adalah Rinawati (mantan Kepala Puskesmas Angsau), Rusmayanti, dan Julian.
Seluruh saksi memberikan keterangan terkait alur penggunaan dan pencairan dana BOK periode 2019-2020.
Jaksa Penuntut Umum, Agung, saat diwawancarai usai sidang menyoroti fakta bahwa beberapa dokumen SPJ yang tidak lengkap tetap berhasil dicairkan.
“Faktanya, beberapa dokumen SPJ tidak lengkap, tapi bisa lolos dan cair,” ujarnya.
Terdakwa Eko Wahyudianto diduga terlibat dalam praktik korupsi dana BOK dan pembuatan SPJ fiktif pada periode 2019–2020.
Berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Selatan, nilai kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp267.056.800.
Majelis Hakim yang diketuai Fidiawan memutuskan untuk menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan.