Kelompok yang Dipimpin Alan Kurniawan Disebarkan Doktrin Kontroversial: Salat Fardhu Dianggap Riya, Haji Cukup ke Makam Lokal

PUBLIKAINDONESIA.COM, SANGGAU – Ajaran kelompok “Islam Sejati” yang digagas Alan Kurniawan (asal Desa Riam Bunut, Kecamatan Sungai Laur) kini menjadi sorotan otoritas keagamaan di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Sandai secara resmi mengeluarkan surat pernyataan sikap bernomor 01/04/MUI-SD1/25 yang menetapkan ajaran ini sebagai menyimpang dari akidah Islam.
Klaim Kontroversial yang Dikembangkan
Berdasarkan investigasi MUI yang melibatkan laporan masyarakat, tokoh agama, dan analisis rekaman audio-video, kelompok ini menyebarkan sejumlah doktrin yang dianggap sesat:
✔ Alan Kurniawan mengklaim diri sebagai “Allah dan Rasul”
- “Siapa yang tidak mengakui dirinya sebagai Allah dan Rasul dianggap bodoh dan gila” (dikutip dari surat MUI)
✔ Salat fardhu dinyatakan sebagai bentuk riya’ (pamer)
✔ Ibadah haji tidak perlu ke Mekah - “Cukup ziarah ke makam di Tanjungpura atau Matan”
✔ Penambahan kalimat asing dalam salat
✔ Kepercayaan adanya “ayat tersembunyi” di antara ayat Al-Fatihah
Sumber Ajaran Dipertanyakan
MUI menegaskan bahwa doktrin-doktrin tersebut:
- Tidak memiliki sanad keilmuan Islam yang sah
- Diduga berasal dari “mimpi bertemu Nabi Muhammad” ala Alan Kurniawan
- Berpotensi menyesatkan umat, terutama di kalangan masyarakat awam
Respons Otoritas dan Langkah Selanjutnya
MUI Kecamatan Sandai telah:
- Melarang umat Muslim mengikuti ajaran kelompok ini
- Meminta aparat setempat mengawasi aktivitas mereka
- Bersiap berkoordinasi dengan Forkopimcam untuk tindakan lebih lanjut
Imbauan untuk Masyarakat:
- Laporkan aktivitas mencurigakan terkait kelompok ini ke MUI atau aparat
- Tetap berpegang pada ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah
- Waspada terhadap penyesatan akidah yang mengatasnamakan “pemurnian Islam”
Catatan Redaksi:
Nama desa dan lokasi sengaja dirinci untuk keperluan pelacakan oleh otoritas terkait, namun identitas warga yang terlibat dilindungi.
1 Komentar
MUI memang selalu tegas dalam menyampaikan doktrin-doktrinnya, dan ini patut diapresiasi. Namun, apakah doktrin tersebut sudah sepenuhnya dipahami oleh masyarakat? Saya rasa masih banyak yang perlu dijelaskan lebih detail. Bagaimana dengan peran MUI Kecamatan Sandai dalam hal ini? Apakah mereka sudah melakukan sosialisasi yang cukup? Menarik juga melihat DPRD Banjarmasin yang aktif memanggil pengelola THM Hexagon. Apakah ini langkah yang efektif untuk mengatasi masalah yang ada? Menurut saya, kolaborasi antara MUI dan pemerintah daerah bisa memberikan hasil yang lebih baik. Apa pendapat Anda tentang ini?