PUBLIKAINDONESIA.COM, BANJARMASIN – Tidak banyak anak muda yang mampu menembus industri pertahanan, apalagi hingga membangun perusahaan teknologi radar di bawah naungan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

Namun, Dr. Ir. Yussi Perdana Saputera, ST., MT., IPM., ASEAN Eng., APEC Eng., membuktikan bahwa mimpi besar bisa dicapai asal disertai kerja keras dan keyakinan. Putra asli Banjarmasin ini telah menjelma menjadi sosok inspiratif di bidang teknologi radar nasional.
Yussi menceritakan kisah masa kecilnya yang penuh kreativitas dan ketertarikan pada teknologi. Sejak kecil, ia gemar menggambar, mewarnai, bahkan membongkar mainan dan merakitnya kembali.
Pendidikan dasarnya ia tempuh di SD dan SMP Tsanawiyah di Banjarmasin, sesuai keinginan kedua orang tuanya yang ingin membentuknya dengan nilai-nilai Islam sejak dini.
Sebagai putra dari H. Yusmilan AK, tokoh penggerak Masjid Al Jihad, Yussi juga aktif dalam organisasi kepemudaan masjid, yakni Angkatan Muda Masjid Al Jihad (AMMA), yang dahulu dikenal sebagai Remaja Masjid Al Jihad (RMJ). Aktivitasnya di AMMA menjadi bagian penting dalam membentuk karakter kepemimpinannya.
Minatnya terhadap teknologi terus tumbuh ketika melanjutkan pendidikan di SMK Telkom Banjarbaru, jurusan informatika.
Kecintaannya itu membawanya ke Universitas Telkom Bandung dan kemudian melanjutkan studi magister di ITB dengan beasiswa. Selama kuliah, ia aktif sebagai asisten dosen dan peneliti di LIPI demi menambah pengalaman dan penghasilan.
Tonggak penting dalam perjalanan kariernya terjadi pada 5 Februari 2016, ketika ia mendirikan PT Radar Telekomunikasi Indonesia (RTI).
Perusahaan ini fokus pada pengembangan radar, sistem elektronik, dan telekomunikasi dengan tingkat kandungan lokal (TKDN) tinggi untuk keperluan militer dan sipil.
Salah satu produk andalan mereka adalah radar pertahanan udara dan radar pelacak senjata untuk TNI.
Keberhasilan RTI bahkan menarik perhatian pemerintah Arab Saudi yang sempat menawarkan kerja sama senilai Rp80 miliar.
Namun, tawaran itu mengharuskan Dr. Yussi dan timnya membangun pabrik di Arab Saudi, berganti kewarganegaraan, dan tinggal di sana minimal lima tahun. Tawaran tersebut ditolak dengan pertimbangan matang.
“Bagi saya, persyaratan itu terlalu berat,” ujarnya.
Dr. Yussi juga turut menyoroti perkembangan Masjid Al Jihad yang menurutnya telah mengalami kemajuan pesat, baik dalam sarana, pelayanan maupun pemanfaatan media dakwah.
Ia memuji layanan profesional masjid, seperti ambulans Toyota Alphard, toilet berstandar hotel, hingga sistem penyembelihan kurban yang efisien dan mampu menangani hingga 90 sapi dalam satu hari — jumlah terbanyak di Indonesia.
Menutup wawancara, ia membagikan lima pesan penting bagi generasi muda: pegang teguh ajaran agama, patuhi orang tua, perbanyak kebaikan, rajin bersedekah, terus belajar dan bangun jaringan, serta pandai melihat peluang.
Sosok Dr. Yussi menjadi bukti bahwa anak muda dari daerah pun bisa memberi kontribusi besar bagi bangsa, bahkan di sektor strategis seperti pertahanan negara. Ia adalah kebanggaan Banua dan inspirasi bagi generasi penerus.