PUBLIKAINDONESIA, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan pentingnya peringatan dini cuaca ekstrem sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana di Indonesia.

Sejak 1 Januari hingga 17 Maret 2025, BMKG mencatat telah terjadi 1.891 kejadian cuaca ekstrem di berbagai wilayah Tanah Air.
Plt. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa pihaknya bekerja selama 24 jam nonstop untuk memantau kondisi atmosfer, laut, dan daratan menggunakan peralatan canggih seperti radar cuaca, satelit, dan stasiun pengamatan.
“BMKG secara terus-menerus memantau kondisi atmosfer, laut, dan daratan menggunakan berbagai peralatan canggih seperti radar cuaca, satelit, dan stasiun pengamatan,” ujar Dwikorita dalam peringatan Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-75 di Jakarta, Sabtu (22/3/2025).
Dalam peringatan HMD yang mengusung tema Closing The Early Warning Gap Together, Dwikorita menekankan bahwa peringatan dini harus direspons cepat oleh semua pihak, termasuk pemerintah daerah, BNPB, Badan SAR, media, TNI-Polri, dan masyarakat. Ia menegaskan bahwa keterlambatan dalam merespons dapat meningkatkan risiko bencana yang lebih besar.
“Jika alur komunikasi ini berjalan dengan baik, kami yakin informasi peringatan dini cuaca ekstrem maupun bencana lainnya dapat dimitigasi bersama. Harapan kami hanya satu, yaitu keselamatan masyarakat Indonesia. Jangan sampai ada lagi korban jiwa atau kehilangan hal yang berharga akibat bencana,” kata Dwikorita.
BMKG mencatat bahwa sepanjang periode tersebut, Indonesia mengalami 1.182 kejadian hujan lebat, 400 kejadian angin kencang, 55 kejadian petir, 43 kejadian puting beliung, dan 11 kejadian hujan es.
Dampaknya meliputi 721 kejadian banjir, 374 kejadian tanah longsor, 371 kejadian pohon tumbang, 553 bangunan rusak, serta 567 gangguan transportasi. Sebanyak 115 orang menjadi korban jiwa atau mengalami luka-luka, sementara ribuan lainnya terdampak.
Pada awal Maret 2025, wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Banten (Jabodetabek) dilanda banjir akibat curah hujan tinggi. Data BNPB mencatat lebih dari 37 ribu kepala keluarga terdampak akibat bencana ini.
Menurut BMKG, dinamika atmosfer dan kemunculan bibit siklon di dekat Indonesia menjadi penyebab utama meningkatnya potensi cuaca ekstrem.
Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah daerah diimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana.
Dwikorita menegaskan bahwa efektivitas peringatan dini sangat bergantung pada kesiapan pemerintah daerah dalam menindaklanjutinya.
“Peringatan dini bukan sekadar informasi, tetapi seruan untuk tindakan nyata. Kecepatan dan kesiapan dalam merespons peringatan dini sangat menentukan keberhasilan mitigasi risiko, baik dalam menyelamatkan nyawa maupun mengurangi kerugian materiil,” tambahnya.
BMKG telah mengoptimalkan publikasi peringatan dini melalui berbagai kanal, termasuk media sosial @infobmkg, aplikasi InfoBMKG, SMS blast, WhatsApp Channel, komunitas, dan situs resmi www.bmkg.go.id. Masyarakat diminta untuk aktif mengakses informasi ini guna mengambil langkah mitigasi lebih awal.
“Koordinasi antara pemerintah daerah dan masyarakat sangat diperlukan. Mata rantai yang efektif dalam sistem peringatan dini akan membantu mengurangi dampak bencana akibat cuaca ekstrem,” pungkas Dwikorita.