**PUBLIKAINDONESIA.COM, LAMPUNG – Masyarakat Lampung dikejutkan dengan beredarnya video yang memperlihatkan aksi sejumlah pria sedang menginjak, mencacah dengan senjata tajam, serta memukul dengan palu terhadap *Siger*, simbol kebesaran adat Lampung, di lantai depan ruangan Satreskrim Polres Lampung Tengah.

Video tersebut memicu gelombang kemarahan dan kecaman, khususnya dari kalangan tokoh adat dan masyarakat setempat.
Siger yang merupakan mahkota adat dan simbol kehormatan masyarakat Lampung, dianggap telah dilecehkan dalam insiden ini.
Salah satu suara keras datang dari tokoh adat Way Kanan, Gindha Ansori Wayka, yang menyayangkan tindakan aparat yang dinilainya tidak peka terhadap nilai-nilai budaya.
“Seharusnya aparat penegak hukum, jika ingin melakukan pemusnahan barang bukti apalagi yang berhubungan dengan simbol sakral tidak divideokan, apalagi sampai videonya beredar luas dan menimbulkan keresahan masyarakat,” ujar Gindha pada Rabu, 19 Maret 2025.
Gindha juga meminta agar pihak kepolisian menyelidiki siapa yang menyebarkan video tersebut, karena dinilai dapat memancing isu SARA dan memicu konflik sosial di tengah masyarakat.
Nada serupa disampaikan Herwanto, Bendahara Umum JMSI dan putra daerah Tulang Bawang Barat yang akrab disapa Paman Acong.
Ia mengecam keras tindakan tersebut dan menyayangkan video yang viral tanpa mempertimbangkan dampak kultural.
“Saya sudah membuat konten kritikan terhadap hal tersebut, namun ada pihak yang tidak terima dengan kritik saya. Ini tindakan yang tidak etis,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, insiden bermula dari laporan polisi oleh seorang pengusaha pembuat siger terhadap pihak lain terkait dugaan pelanggaran hak cipta.
Meski akhirnya kedua pihak sepakat berdamai, barang bukti berupa Siger tetap dimusnahkan yang diduga merupakan proses dalam video yang kini menuai kontroversi.
Hingga berita ini diturunkan, Polres Lampung Tengah belum memberikan klarifikasi resmi terkait video pemusnahan simbol adat tersebut.
Ketidakhadiran penjelasan itu semakin memperkuat keresahan dan kekecewaan di kalangan masyarakat adat Lampung.