PUBLIKAINDONESIA.COM, PALEMBANG – TRR (13), siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Palembang menjadi korban perundungan keji setelah didorong dari atas jembatan hingga tercebur ke sungai oleh sekelompok remaja.

Kejadian memilukan ini terjadi di kawasan Jalan Terusan, 15 Ulu, Jakabaring, Palembang, dan meninggalkan trauma mendalam bagi korban.
Kini, TRR enggan bepergian sendirian dan selalu dijemput oleh kakeknya sepulang sekolah. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar dan terlihat murung.
“Semenjak kejadian, cucu saya tidak kami biarkan pulang sendiri. Selalu diantar jemput oleh kakeknya,” tutur Suwarni (65), nenek korban, saat ditemui di kediamannya, Selasa (20/5/2025).
Suwarni menahan tangis saat menceritakan kondisi cucunya. “Ini cucu saya besarkan sejak lahir, dia dari kecil sudah sakit-sakitan. Sekarang malah diperlakukan seperti itu. Saya tak bisa berkata-kata, bagaimana kalau dia sampai kenapa-kenapa?” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
TRR tinggal bersama nenek dan bibinya sejak tiga tahun terakhir, setelah sang ibu bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Malaysia. Orangtuanya telah bercerai.
“Ibunya sudah kami beri tahu soal kejadian ini. Dia sangat terpukul,” tambah Suwarni.
Keluarga telah melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib dan menegaskan tidak akan memberikan maaf kepada pelaku.
“Kami ingin pelaku dihukum, supaya ada efek jera dan tidak ada korban lain seperti cucu saya,” tegasnya.
TRR mengungkapkan bahwa insiden itu terjadi ketika ia dalam perjalanan pulang usai latihan menari bersama temannya. Saat itu, ia dibonceng motor oleh temannya, namun tiba-tiba bajunya ditarik hingga terjatuh.
“Baju saya ditarik sampai jatuh dari motor, lalu mereka pegang-pegang saya dan ramai-ramai mencoba mengangkat saya,” ucap TRR. Ia menambahkan, setelah terdorong ke sungai, para pelaku justru tertawa, dan hanya satu teman yang membantu menariknya naik kembali ke atas.
Mirisnya, TRR tidak mengenal para pelaku yang diduga cukup banyak dan salah satu di antaranya bahkan terlihat membawa senjata tajam.
“Saya tidak kenal mereka. Teman saya cuma satu laki-laki, sisanya perempuan semua jadi tidak berani melawan. Ada juga yang bawa sajam, tapi tidak digunakan,” ungkapnya.