PUBLIKAINDONESIA.COM – Acara perpisahan siswa SMAN 1 Sungai Tabuk mendadak memicu kontroversi usai diketahui digelar di Hexagon, salah satu tempat hiburan malam di Kota Banjarmasin.

Meski dilakukan pada siang hari dan diklaim berlangsung tertib, banyak pihak menilai pilihan lokasi tersebut tidak mencerminkan nilai edukatif yang semestinya dijunjung oleh institusi pendidikan.
Publik pun bereaksi keras. Warganet ramai-ramai mempertanyakan etika dan tanggung jawab sekolah yang dianggap lepas tangan terhadap penyelenggaraan acara siswa.
Pasalnya, pemerintah sejak lama telah mengimbau agar kegiatan perpisahan dilakukan secara sederhana lebih ideal jika diadakan di lingkungan sekolah atau fasilitas umum yang relevan secara moral dan edukatif.
Namun, Kepala Sekolah SMAN 1 Sungai Tabuk, Elly Agustina, menyatakan bahwa pihak sekolah tidak mengetahui sepenuhnya karakter tempat tersebut.
“Kami pikir itu hanya kafe dan restoran. Karena dilaksanakan siang hari dan acaranya tertib, kami izinkan,” ujarnya kepada media.
Sayangnya, klarifikasi itu justru memperuncing kritik. Banyak yang menilai bahwa sekolah seharusnya melakukan pengecekan lebih ketat sebelum memberikan izin.
Apalagi, Hexagon dikenal luas sebagai tempat hiburan malam yang identik dengan dunia malam jauh dari citra lingkungan edukatif bagi pelajar.
Kritik pun mengarah pada lemahnya peran sekolah dan orang tua dalam mengarahkan pilihan kegiatan siswa agar tetap sesuai norma dan etika.
Beberapa pihak menyebut, ini bukan sekadar masalah tempat, tetapi juga cermin dari krisis nilai yang perlahan menggerus batas antara dunia pendidikan dan hiburan yang tidak pantas.
Peristiwa ini memicu diskusi yang lebih besar: Sejauh mana sekolah dan orang tua punya peran dalam membentuk karakter dan kesadaran sosial siswa? Dan di tengah gempuran budaya populer, di mana batas-batas mulai kabur, siapa yang seharusnya bertanggung jawab menjaga marwah institusi pendidikan?