PUBLIKAINDONESIA.COM, KOTABARU – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kotabaru menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan praktik kredit fiktif senilai Rp9,225 miliar.

Kegiatan dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kotabaru, Dr. H. Muhammad Fadlan SH, didampingi Kasi Tindak Pidana Khusus dan Kasi Intelijen, Ghandi Raksi, bertempat di kantor Kejari Kotabaru, Rabu (4/6/2025).
Menurut Kajari Fadlan, kasus ini bermula pada tahun 2021 hingga 2023. Dua tersangka telah ditetapkan, yaitu SM yang berperan sebagai calo dan MD sebagai relationship manager (RM) pada salah satu bank BUMN di Kabupaten Kotabaru.
SM diduga mengajukan kredit dengan menggunakan identitas palsu milik 28 orang nasabah, dengan total plafon kredit mencapai Rp9,225 miliar. Dalam modusnya, SM meminjam KTP dan KK milik para nasabah, memalsukan data tempat usaha, serta membaliknama agunan yang sebenarnya dibeli olehnya atas nama nasabah. SM juga membagi hasil uang kredit tersebut.
Sementara itu, MD diduga melakukan mark-up nilai agunan di atas harga pasar, mengatur jawaban saat survei kredit, memanipulasi laporan, dan memproses kredit yang tidak sesuai peruntukan agar digunakan oleh SM.
Hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Selatan memperkirakan kerugian negara sebesar Rp9,225 miliar akibat perbuatan kedua tersangka yang memperkaya diri sendiri dan orang lain secara melawan hukum.
Dalam proses penyidikan, Kejari Kotabaru mengamankan sejumlah barang bukti berupa 28 bundel dokumen kredit, 32 bundel sertifikat hak milik tanah dan bangunan, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, satu unit laptop, tiga unit ponsel, beberapa kendaraan bermotor, dan uang tunai sekitar Rp1,6 miliar.
Kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2021, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Saat ini, kedua tersangka sedang ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 28 Mei sampai 16 Juni 2025,” ujar Kajari Fadlan.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi lembaga perbankan agar meningkatkan pengawasan dan pencegahan praktik korupsi di internalnya.