PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Aktivitas penambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat, tengah menuai sorotan tajam dari publik. Salah satu suara paling vokal datang dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang menyuarakan kekhawatiran atas potensi kerusakan lingkungan di salah satu kawasan laut paling berharga di dunia.

Lewat unggahan di platform media sosial X, Susi mempertanyakan kebijakan pemerintah yang membolehkan perusahaan negara melakukan aktivitas yang berpotensi merusak ekosistem laut milik bangsa.
“Apakah karena perusahaannya milik negara, maka boleh merusak laut yang juga milik negara?” tulisnya dalam unggahan yang sudah dilihat lebih dari satu juta kali.
Pernyataan ini merupakan tanggapan atas keterangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang sebelumnya menyebut hanya satu perusahaan, PT Gag Nikel anak usaha PT Antam Tbk yang beroperasi di wilayah tersebut. Namun, Susi kemudian mengungkap bahwa berdasarkan informasi yang ia peroleh, terdapat pula empat perusahaan tambang swasta lain yang beraktivitas di kawasan Raja Ampat.
“Kalau perusahaan swasta dan negara boleh merusak lingkungan Raja Ampat yang keindahannya sudah diakui dunia, kenapa rakyat tidak boleh menjaga keindahannya?” lanjutnya dengan nada penuh keprihatinan.
Isu ini mencuat setelah laporan terbaru dari Greenpeace Indonesia mengungkap dampak serius aktivitas pertambangan di sejumlah pulau kecil di Raja Ampat, termasuk Pulau Gag, Kawe, Manuran, dan dua pulau lainnya. Laporan tersebut mencatat bahwa lebih dari 500 hektare hutan tropis telah mengalami kerusakan akibat kegiatan tambang, dengan potensi ancaman besar bagi 75% terumbu karang terbaik dunia yang berada di perairan Raja Ampat.
Kawasan ini dikenal sebagai rumah bagi ribuan spesies laut yang unik dan tak ditemukan di wilayah lain. Kerusakan ekosistem di Raja Ampat bukan hanya menjadi masalah bagi Indonesia, tetapi juga membawa konsekuensi global terhadap keanekaragaman hayati laut.
Sementara itu, pernyataan Bahlil yang menyebut adanya kemungkinan kesalahan informasi visual dalam pemberitaan media dengan mengklaim gambar yang beredar bisa saja berasal dari Pulau Panemo, kawasan wisata yang berjarak 30–40 km dari lokasi tambang— idak sepenuhnya meredakan kekhawatiran publik.
Di tengah meningkatnya perhatian masyarakat, Susi Pudjiastuti bahkan secara langsung mengimbau Presiden Prabowo Subianto melalui media sosial untuk segera menghentikan aktivitas penambangan di wilayah tersebut.
“Yth. Bapak Presiden @prabowo @Gerindra mohon dengan sangat, hentikan penambangan di Raja Ampat ini. Sebaiknya dihentikan selamanya,” serunya.
Bagi banyak kalangan, pernyataan Susi mencerminkan keresahan yang lebih dalam: bahwa pelestarian lingkungan hidup seharusnya menjadi prioritas utama di atas kepentingan ekonomi jangka pendek. Raja Ampat bukan sekadar aset nasional, melainkan warisan dunia yang tak ternilai. Apabila peringatan ini tidak diindahkan, Indonesia berisiko kehilangan salah satu kawasan ekologi laut terpenting di planet ini bersama reputasinya sebagai penjaga lingkungan.
Gelombang kritik terhadap penambangan di Raja Ampat pun diprediksi akan terus bergulir. Banyak pihak kini menanti langkah konkret pemerintah dalam menjawab kekhawatiran yang kian meluas.