PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, kembali mengingatkan publik tentang jurang ketidakadilan sosial yang masih menganga lebar di Indonesia. Dalam pernyataannya, Kamis (21/8/2025), ia menyoroti besarnya penghasilan anggota DPR RI yang dinilai sangat timpang dibandingkan dengan kondisi buruh dan pekerja sektor informal.

Mengutip laporan media internasional BBC, Said menyebutkan bahwa anggota DPR menerima penghasilan hingga Rp154 juta per bulan atau setara lebih dari Rp3 juta per hari.

“Bandingkan dengan buruh outsourcing atau kontrak di Jakarta. Dengan upah minimum sekitar Rp5,2 juta per bulan, mereka hanya mengantongi Rp170 ribu per hari. Itu pun kalau bekerja penuh 30 hari,” ujarnya.
Ia merinci, dari Rp154 juta yang diterima anggota DPR, Rp50 juta merupakan tunjangan perumahan, Rp54 juta dari gaji pokok dan tunjangan kesejahteraan, sementara sisanya berasal dari berbagai fasilitas lain.
Kesenjangan semakin mencolok jika melihat kondisi pekerja informal. Menurut Said, banyak buruh di koperasi, yayasan, maupun sektor jasa hanya memperoleh sekitar Rp1,5 juta per bulan atau Rp50 ribu per hari. Bahkan, pengemudi ojek online rata-rata hanya mendapatkan Rp600 ribu per bulan atau Rp20 ribu per hari.
“Bandingkan: DPR Rp3 juta per hari, ojol Rp20 ribu. Ini ironi bangsa kita,” tegasnya.
Selain soal ketimpangan upah, Said juga menyoroti sistem kerja yang dinilai kian eksploitatif. Pola outsourcing dan kemitraan membuat pekerja mudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa perlindungan sosial memadai. Kondisi ini, menurutnya, semakin menekan daya beli masyarakat di tengah biaya hidup yang terus meningkat.
Lebih jauh, Said menilai adanya ketidakadilan dalam sistem pensiun. Anggota DPR, meski hanya menjabat lima tahun, berhak menikmati uang pensiun seumur hidup. Sementara buruh yang bekerja puluhan tahun tetap hidup dalam ketidakpastian.
“Buruh yang bekerja siang malam menopang roda ekonomi bangsa justru hidup dalam kerentanan. Sementara wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat malah hidup penuh fasilitas. Inilah wajah nyata ketidakadilan yang melukai hati rakyat,” pungkasnya.