PUBLIKAINDONESIA, SAMARINDA – Revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang disahkan DPR pada Kamis (20/3/2025) menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk pengamat hukum Universitas Mulawarman Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah. Ia menilai revisi tersebut berpotensi menjadi langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia.

Salah satu poin yang disorotinya adalah perluasan tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), yang kini mencakup penanggulangan ancaman siber serta penyelamatan warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri.

“Ada kekhawatiran ruang digital kita akan dikontrol dan diawasi oleh kekuasaan. Ini membatasi kebebasan kita di ruang digital dan sangat berbahaya,” ujar Herdiansyah.
Ia juga mengingatkan bahwa pengendalian ruang siber atas nama kepentingan pemerintah bisa menjadi ancaman serius terhadap demokrasi.
“Jika ruang siber dikendalikan negara, maka seluruh aktivitas masyarakat bisa diawasi. Ini ancaman serius bagi demokrasi,” tegasnya.
Selain itu, ketentuan yang memungkinkan militer aktif menduduki jabatan sipil juga menjadi sorotan. Herdiansyah menilai hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang bertujuan membatasi keterlibatan militer dalam politik dan pemerintahan sipil.
“Sedari awal, kita sudah melihat bahwa ini didesain untuk memberikan karpet merah bagi militer kembali ke ruang sipil dan politik. Ini berbahaya karena mencerminkan kebangkitan kembali dominasi militer seperti di era Orde Baru,” katanya.
Tak hanya itu, ia juga mengkritisi proses pembahasan revisi yang terkesan tertutup dan mendapat dukungan penuh dari partai-partai politik di DPR, tanpa mempertimbangkan sejarah kelam kekuasaan militer di masa lalu.
Sebagai langkah perlawanan, Herdiansyah menyebut ada dua jalur yang bisa ditempuh, yaitu peninjauan kembali (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau aksi protes dari masyarakat.
“Kita sudah melihat tanda-tanda ini. Revisi UU ini bisa menjadi legitimasi bagi kembalinya gaya pemerintahan Orde Baru. Ini bukan hanya tentang satu undang-undang, tetapi tentang arah demokrasi kita ke depan,” pungkasnya.
Revisi UU TNI ini menjadi perdebatan di tengah kekhawatiran publik mengenai semakin menguatnya peran militer dalam kehidupan sipil dan potensi pelemahan demokrasi di Indonesia.