PUBLIKAINDONESIA.COM, GAZA – Pemerintah Israel kembali memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dengan membatasi jumlah truk bantuan hanya 300 unit per hari, setengah dari jumlah sebelumnya, serta menutup perbatasan Rafah yang berbatasan dengan Mesir.

Kebijakan ini diumumkan Rabu (15/10/2025) di tengah meningkatnya ketegangan setelah pasukan Israel menewaskan sembilan warga Palestina, hanya empat hari setelah gencatan senjata mulai berlaku.

Menurut Olga Cherevko, juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) di Gaza, pemberitahuan resmi datang dari lembaga militer Israel, Coordination of Government Activities in the Territories (COGAT). Selain pembatasan truk, Israel juga melarang masuknya bahan bakar dan gas kecuali untuk kebutuhan infrastruktur kemanusiaan yang sangat mendesak.
Wartawan Al Jazeera di Gaza, Hani Mahmoud, menyebut jumlah bantuan yang diizinkan masuk “tidak mencukupi” untuk kebutuhan mendesak warga Gaza yang terancam kelaparan. Organisasi kemanusiaan internasional seperti PBB dan Palang Merah menyerukan agar perbatasan segera dibuka untuk mempercepat penyaluran bantuan.
UNICEF mengungkapkan mereka telah menyiapkan 1.370 truk bantuan, namun belum bisa dikirim karena pembatasan tersebut.
“Kerusakan di Gaza begitu besar, setidaknya diperlukan 600 truk bantuan per hari,” ujar juru bicara UNICEF, Ricardo Pires. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak percepatan pengiriman pasokan medis agar tenaga kesehatan di Gaza dapat bekerja maksimal.
Ketegangan semakin meningkat setelah pasukan Israel melakukan serangan di Gaza utara dan selatan yang menewaskan sedikitnya sembilan warga Palestina. Menurut sumber medis, enam orang tewas di Kota Gaza dan tiga lainnya di Khan Younis. Militer Israel mengklaim penembakan sebagai respons atas “ancaman” dari kelompok yang mendekati posisi mereka.
Serangan ini terjadi hanya beberapa hari setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas diberlakukan. Gencatan senjata itu merupakan bagian dari rencana perdamaian Presiden AS Donald Trump, yang juga meliputi pertukaran tahanan dan penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza.
Namun, kesepakatan itu mulai terganggu ketika Hamas gagal menyerahkan seluruh 28 jenazah sandera Israel yang dijanjikan. Israel menuduh Hamas melanggar gencatan senjata karena keterlambatan ini, sementara Hamas beralasan proses pencarian jenazah sulit akibat kehancuran lokasi penahanan.
Sejak perang meletus Oktober 2023, korban jiwa terus bertambah. Otoritas kesehatan Palestina melaporkan lebih dari 67.900 orang tewas dan 170.000 luka-luka, sementara di pihak Israel, lebih dari 1.100 orang tewas dalam serangan Hamas, dan lebih dari 200 orang masih disandera.
Situasi di Gaza kini semakin genting, dengan risiko kemanusiaan yang makin memburuk akibat pembatasan bantuan dan eskalasi kekerasan.

