PUBLIKAINDONESIA.COM, BANJARBARU – Pemerintah Kota Banjarbaru menegaskan komitmennya dalam menjaga kesehatan jiwa masyarakat melalui upaya preventif yang holistik dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan Wakil Wali Kota Banjarbaru, Wartono, saat membuka Rapat Koordinasi Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) di Aula Gawi Sabarataan, Jumat (13/12/2024).

Wartono menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menyukseskan program-program pencegahan gangguan kesehatan jiwa, terutama mengingat dampaknya yang dapat menurunkan produktivitas masyarakat, khususnya pada kelompok usia kerja.

“Kita harus memastikan program-program pencegahan ini dapat berjalan baik dan berdampak nyata di lapangan. TPKJM perlu menjadi motor sinergi antar OPD dan instansi terkait,” tegasnya.
Ia berharap keberadaan TPKJM tidak sekadar formalitas, tetapi benar-benar mampu menjadi tim kerja aktif yang responsif terhadap isu-isu kesehatan jiwa di masyarakat.
Kesehatan Jiwa Butuh Penanganan Komprehensif
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Rapat Koordinasi TPKJM, Juhai Triyanti, menyampaikan bahwa isu kesehatan jiwa adalah persoalan yang kompleks dan memerlukan pendekatan multidisipliner.
“Kesehatan jiwa tidak bisa ditangani satu sektor saja. Kita perlu menyatukan persepsi, meningkatkan pemahaman, serta memperkuat monitoring dan evaluasi agar program berjalan optimal,” ujarnya.
Juhai menambahkan, melalui forum koordinasi ini, seluruh pihak yang tergabung dalam TPKJM diharapkan dapat menyamakan langkah, khususnya dalam membangun sistem dukungan dan penanganan kesehatan jiwa berbasis masyarakat.
Program Pencegahan Jadi Fokus
Rapat koordinasi ini juga menjadi momentum untuk merumuskan kebijakan teknis serta memperbarui strategi penanganan kasus-kasus gangguan jiwa, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan jiwa ringan hingga berat. Program berbasis komunitas, edukasi publik, serta peningkatan kapasitas petugas menjadi fokus pembahasan.
Pemerintah Kota Banjarbaru menargetkan, dengan sinergi yang solid antara dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, dan pihak kepolisian, maka program pencegahan gangguan kesehatan jiwa dapat lebih terstruktur dan menyentuh kelompok rentan secara langsung.