PUBLIKAINDONESIA.COM, TABALONG – Sebuah media daring menjadi sorotan tajam publik usai menerbitkan laporan yang dinilai menyudutkan Polres Tabalong tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu. Insiden ini kembali menyoroti pentingnya penegakan kode etik jurnalistik di tengah derasnya arus informasi digital.

Polemik bermula dari pemberitaan yang tayang pada 2 Mei 2025 berjudul *“Skandal di Tabalong: Oknum Polisi Diduga Langgar Aturan Intimidasi Warga Tanpa LP”*. Judul provokatif dan isi berita yang menuding aparat kepolisian melakukan pelanggaran hukum tanpa disertai keterangan dari pihak terkait menuai kritik luas. Media tersebut dinilai mengabaikan prinsip dasar jurnalisme: verifikasi dan keberimbangan.
Kepala Seksi Humas Polres Tabalong, Iptu Joko, menyayangkan langkah media tersebut yang tidak mengedepankan klarifikasi.
“Kami sangat terbuka untuk memberikan klarifikasi kepada awak media. Namun, kami tidak pernah dihubungi sebelumnya terkait berita tersebut,” ujar Iptu Joko saat dikonfirmasi, Selasa (3/6/2025).
Dewan Pers dalam berbagai kesempatan telah menegaskan bahwa keberimbangan adalah prinsip fundamental dalam penyusunan berita. Tanpa hal tersebut, informasi yang disampaikan berisiko menjadi tendensius, memicu misinformasi, dan merusak reputasi pihak-pihak yang diberitakan.
Hingga laporan ini dibuat, pihak media online yang bersangkutan belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan pelanggaran kode etik jurnalistik tersebut.
Pakar komunikasi dan media menilai peristiwa ini sebagai preseden buruk bagi dunia jurnalisme Indonesia. Di era disinformasi seperti saat ini, media justru dituntut untuk lebih berhati-hati, akurat, dan objektif dalam menyampaikan informasi ke publik.
“Kasus ini menjadi cermin bahwa literasi media sangat penting. Publik perlu lebih kritis saat membaca berita dan memeriksa sumber-sumber informasi, apalagi ketika berita tersebut hanya menyajikan satu sudut pandang,” ujar salah satu pengamat media dari Banjarmasin.
Kejadian ini diharapkan menjadi momentum bagi Dewan Pers untuk memperkuat pengawasan terhadap kualitas produk jurnalistik nasional, sekaligus mendorong media kembali kepada jati dirinya: menyampaikan informasi yang utuh, adil, dan bertanggung jawab.