PUBLIKAINDONESIA.COM, TEHERAN – Konflik bersenjata antara Iran dan Israel kini telah memasuki hari kelima sejak pecah pada Jumat (13/6/2025) dini hari waktu setempat. Dalam perkembangan terbaru yang dihimpun dari berbagai sumber, sebanyak 224 orang di Iran dan 24 warga Israel dilaporkan tewas akibat rentetan serangan balasan yang saling dilancarkan kedua negara.

Dalam pernyataan pers yang dilansir sejumlah kantor berita, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara lugas menyatakan bahwa operasi militernya menyasar langsung program nuklir Iran. “Perkiraan saya, kami akan saling serang untuk waktu yang sangat, sangat lama,” ucap Netanyahu dalam pidato radio militer, Selasa (18/6/2025), dengan nada penuh determinasi.

Rudal Hantam Bat Yam, Warga Diimbau ke Bunker
Tak tinggal diam, Iran melancarkan serangan balasan pada Senin kemarin yang menghantam kawasan Bat Yam, kota pesisir yang berbatasan langsung dengan Tel Aviv. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menginstruksikan seluruh warga di wilayah utara untuk segera meninggalkan kediaman dan berlindung di bunker.
“Sistem pertahanan kami tengah bekerja penuh untuk menghalau ancaman,” demikian kutipan pernyataan resmi IDF yang disiarkan melalui gelombang pendek dan kanal berita daring.
Serangan Perdana Israel: Target Nuklir, Korban Sipil
Diketahui, pemantik utama dari konflik ini adalah serangan perdana Israel ke fasilitas nuklir Iran di Teheran pada Jumat dini hari lalu. Meski diklaim sebagai bentuk “pertahanan diri”, serangan ini justru memakan korban dari kalangan sipil, menambah eskalasi ketegangan di kawasan.
Pihak Israel menyatakan langkah ini sebagai bagian dari upaya mencegah Iran memperoleh senjata nuklir. Ironisnya, langkah ini diambil ketika Iran tengah berunding dengan negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, dalam forum diplomasi nuklir.
Trump Tolak Rencana Pembunuhan Pemimpin Iran
Dalam perkembangan yang mengejutkan, seorang pejabat Gedung Putih mengungkap bahwa Presiden AS Donald Trump menolak rencana Israel untuk membunuh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Penolakan tersebut disampaikan Trump langsung kepada Netanyahu dalam komunikasi diplomatik tertutup.
“Bukan ide bagus,” ujar Trump seperti dikutip dari sumber dalam. Percakapan ini terjadi beberapa jam setelah serangan udara Israel pertama kali menghantam Iran.
Konferensi Solusi Dua Negara Ditunda
Dampak lain dari konflik ini adalah penundaan Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang Solusi Dua Negara yang sedianya akan digelar di New York pada 17–20 Juni. Presiden Prancis Emmanuel Macron, selaku salah satu ketua bersama bersama Arab Saudi, menyebut alasan logistik dan keamanan sebagai faktor utama.
“Kami tetap berkomitmen terhadap solusi dua negara, meski konferensi harus dijadwal ulang,” ujar Macron, menegaskan posisinya dalam konferensi pers terbatas.
Iran: Serangan ke Gedung TV Adalah Kejahatan Perang
Tak hanya target militer, kantor pusat televisi nasional Iran (IRIB) turut menjadi sasaran rudal Israel. Kementerian Luar Negeri Iran menyebut aksi ini sebagai kejahatan perang, karena gedung tersebut dihantam saat sedang menayangkan siaran langsung.
Rekaman insiden menunjukkan presenter televisi yang sedang siaran langsung terpaksa menyudahi laporan setelah suara ledakan mengguncang studio, disusul debu dan puing-puing memenuhi ruangan. Teriakan “Allahu Akbar” terdengar sebelum siaran diputus dan digantikan oleh program rekaman.
Trump Desak Warga Iran Tinggalkan Teheran
Setelah serangan intensif Israel pada Senin (16/6) ke beberapa titik di ibu kota Teheran, Presiden Trump kembali angkat suara melalui platform Truth Social miliknya.
“Semua orang harus segera mengungsi dari Teheran!” tulis Trump, menyerukan eksodus massal dari kota berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa tersebut.
Kilas Balik & Catatan Redaksi:
Perang antara Iran dan Israel ini menjadi lembar baru yang penuh darah dalam sejarah konflik di Timur Tengah. Dengan korban jiwa terus bertambah dan ancaman nuklir terus menghantui, dunia kini menanti langkah-langkah diplomasi konkret dari Dewan Keamanan PBB, negara-negara Arab, hingga kekuatan global seperti AS, Rusia, dan Tiongkok.
Apakah dunia kembali menyaksikan kobaran “bara api dari Timur Tengah” yang tak kunjung padam?