PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Alih-alih menyehatkan, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) justru menimbulkan kegaduhan nasional. Hingga September 2025, tercatat sedikitnya 6.000 siswa di berbagai daerah mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan dari program yang semestinya meningkatkan gizi anak sekolah itu.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan ada 75 kasus keracunan yang tercatat sejak Januari hingga September 2025. Namun yang mencengangkan, lebih dari dua pertiga kasus terjadi sejak Agustus, menandakan adanya lonjakan signifikan.

“Dari 6 Januari sampai 31 Juli itu ada sekitar 24 kasus. Namun sejak 1 Agustus sampai malam kemarin, sudah bertambah 51 kasus. Terakhir terjadi di Pasar Rebo dan Kadungora,” kata Dadan saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10).
Situasi ini membuat berbagai pihak angkat bicara, mulai dari legislator, pakar gizi, hingga tokoh publik. Usulan demi usulan pun mengalir deras ke meja pemerintah, mendesak evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG.
💡 Usulan Solusi: Dari Dapur Sekolah hingga Uang Tunai ke Orang Tua
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris, menyarankan agar dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dikelola langsung oleh sekolah masing-masing. Tujuannya agar pengawasan lebih mudah dan orang tua bisa ikut terlibat.
“Kalau murid hanya 300 atau 400, lebih simpel. Orang tua bisa ikut kontrol. Belanjanya pun dari pasar sekitar sekolah, ekonomi rakyat juga bergerak,” jelas Charles.
Sementara itu, Ketua Komisi Anggaran DPR Said Abdullah mengajukan tiga skema perbaikan MBG:
- Penyaluran dana melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) ke pemerintah daerah agar lebih fleksibel dan akuntabel.
- Integrasi MBG ke Program Keluarga Harapan (PKH) dengan tambahan dana Rp300 ribu per anak.
- Pembangunan dapur MBG di dekat sekolah untuk menjaga kualitas makanan tetap segar.
👩⚕️ Pakar & Pemda Bicara: Libatkan Komunitas, Gunakan Pangan Lokal
Dokter Gizi Klinik RS Universitas Indonesia, Anna Maurina Singal, menyarankan agar makanan MBG:
- Menggunakan bahan pangan lokal sesuai potensi daerah,
- Dikelola secara komunal atau berbasis rumah tangga,
- Diikuti dengan edukasi gizi yang tepat serta monitoring pertumbuhan anak secara berkala.
Dari sisi tata kelola, anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, menekankan pentingnya keterlibatan aktif Pemerintah Daerah. Ia mendorong skema tugas pembantuan agar pelaksanaan MBG di lapangan bisa lebih efektif dan kontekstual.
🗣️ Ahok: Beri Uang Saja ke Emaknya!
Berbeda dengan yang lain, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) punya pandangan praktis: berikan langsung uang kepada orang tua siswa.
“Bayangin kalau satu anak dapat Rp50 ribu. Emaknya masak sendiri, pasti bergizi. Hemat satu kementerian juga,” ucap Ahok dalam perbincangan dengan Najwa Shihab di TikTok.
Menurut Ahok, sistem saat ini terlalu birokratis, rawan penyelewengan, dan kurang efisien. Ia yakin model langsung tunai bisa mendorong partisipasi keluarga, sekaligus menjaga keberlangsungan ekonomi rumah tangga.
Program Makan Bergizi Gratis semestinya menjadi solusi, bukan malah menjadi sumber masalah. Dengan ribuan siswa tumbang dan kasus keracunan terus bertambah, pemerintah didesak segera mengevaluasi secara menyeluruh dan terbuka.
Apakah reformasi total akan terjadi? Ataukah program ini akan terus jadi proyek ambisius yang gagal di lapangan?
