PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan terdapat sekitar 500 ribu penerima bantuan sosial (bansos) yang diduga terlibat dalam aktivitas judi online (judol) dengan nilai transaksi mencapai hampir Rp 1 triliun.

Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa analisis ini dilakukan dengan mencocokkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos yang diterima dari Kementerian Sosial dengan data transaksi judi daring dari satu bank.

“Baru satu bank. Jadi kita cocokkan NIK-nya. Ternyata memang ada NIK penerima bansos yang juga menjadi pemain judol, jumlahnya sekitar 500 ribu sekian. Tapi selain judi online, ada juga NIK yang terkait dengan tindak pidana korupsi dan bahkan pendanaan terorisme,” ujar Ivan di Kompleks Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).
Ia menambahkan bahwa terdapat lebih dari 100 NIK penerima bansos yang terindikasi melakukan aktivitas pendanaan terorisme. Total nilai transaksi judi online mencapai Rp 957 miliar dengan 7,5 juta kali transaksi selama tahun 2024.
Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, menyebut bahwa PPATK telah menguji data sebanyak 28,4 juta NIK penerima bansos dan mengaitkannya dengan 9,7 juta NIK pemain judi online, dan jumlah tersebut diperkirakan masih bisa bertambah.
Menanggapi temuan tersebut, Ketua DPR RI, Puan Maharani, meminta pemerintah untuk segera melakukan penelusuran dan validasi data penerima bansos yang diduga bermain judi online agar tidak menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang seharusnya menerima bantuan.
“Temuan ini harus ditindaklanjuti dengan hati-hati dan ditelusuri secara tuntas. Validasi data sangat penting agar jangan sampai masyarakat rentan yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban dua kali. Datanya disalahgunakan, lalu bantuan sosialnya dihentikan,” kata Puan, Kamis (10/7/2025).
Puan menegaskan bahwa data PPATK harus dijadikan dasar awal verifikasi dan bukan langsung digunakan sebagai dasar pemotongan bansos.
“Dalam kasus judi online, banyak modus yang melibatkan jual beli rekening dan penyalahgunaan identitas, termasuk NIK penerima bantuan. Bisa jadi memang ada penerima bansos yang benar-benar terlibat, tapi bisa juga ada yang tidak tahu dan datanya disalahgunakan. Pemerintah harus menelusuri ini secara tuntas dan berkeadilan,” pungkas Puan.