
PUBLIKAINDONESIA , Banjarbaru– Kasus hukum yang menjerat Toko Mama Khas Banjar turut berdampak pada pelaku usaha lain yang bekerja sama dalam distribusi produknya. Salah satu yang terdampak adalah Rahmadi, produsen Satrup Hamalau dari Kota Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Rahmadi mengungkapkan bahwa selama dua tahun bekerja sama dengan Mama Khas Banjar, pihaknya mengizinkan toko tersebut untuk mengganti label produknya demi pemasaran. Kerja sama ini juga mencakup perjanjian tertulis mengenai harga beli serta minimal jumlah pembelian yang harus dipenuhi oleh Mama Khas Banjar.
Namun, ia menyayangkan bahwa pemilik Mama Khas Banjar tidak menjalankan kesepakatan sebagaimana yang telah disetujui. Seharusnya, toko tersebut tetap menggunakan label dan perizinan resmi yang sudah dimiliki oleh Sirup Hamalau. Namun, Mama Khas Banjar memilih mengganti label sesuai keinginan mereka tanpa merujuk pada perizinan yang sudah ada.
Dampak bagi Bisnis Sirup Hamalau
Akibat kasus ini, Rahmadi mengalami dampak signifikan terhadap usahanya. Kepercayaan pelanggan menjadi salah satu tantangan terbesar, terutama karena produknya sempat dikaitkan dengan kasus pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Selain itu, distribusi Sirup Hamalau juga terdampak karena adanya kesalahan dalam penggunaan label oleh pihak Mama Khas Banjar.
Rahmadi menegaskan bahwa setelah kasus ini, pihaknya tidak lagi membuka peluang kerja sama dengan sistem pergantian merek atau label (rebranding). Ke depan, setiap produk Satrup Hamalau yang dipasarkan harus tetap menggunakan nama, kemasan, dan perizinan asli miliknya agar tidak terjadi permasalahan hukum serupa.
“Kami mengambil pelajaran dari kejadian ini. Ke depan, kami tidak akan lagi mengizinkan pergantian merek atau label. Jika ada kerja sama distribusi, produk kami harus tetap seperti aslinya, dengan perizinan yang sudah terdaftar,” tegasnya.
Pelajaran bagi Pelaku Usaha Lain
Kasus yang menimpa Mama Khas Banjar ini menjadi peringatan bagi para pelaku usaha agar lebih berhati-hati dalam menjalin kerja sama bisnis, terutama dalam aspek legalitas produk. Rahmadi berharap kejadian ini dapat menjadi pembelajaran, baik bagi dirinya sendiri maupun UMKM lainnya, agar lebih memperhatikan regulasi yang berlaku dalam pengemasan dan distribusi produk.
Polda Kalsel sendiri telah menegaskan bahwa kasus ini bukanlah bentuk kriminalisasi terhadap UMKM, melainkan upaya untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak memenuhi standar. Sementara itu, Rahmadi berharap agar kasus ini segera mendapatkan kejelasan hukum sehingga ia bisa kembali fokus pada pengembangan usahanya dengan sistem distribusi yang lebih transparan dan sesuai regulasi.(FA)