PUBLIKAINDONESIA.COM, MARTAPURA – Publik Kabupaten Banjar dibuat bertanya-tanya setelah beredarnya gambar kotak katering milik sebuah rumah makan yang menggunakan logo resmi Pemerintah Kabupaten Banjar.

Yang menjadi sorotan, kotak katering tersebut tidak mencantumkan nama kegiatan ataupun keterangan resmi yang menunjukkan adanya hak penggunaan logo daerah.

Padahal, penggunaan lambang atau logo pemerintah daerah tidak bisa sembarangan, karena sudah diatur dalam regulasi yang mengikat.
Untuk mengonfirmasi hal ini, tim Publika Indonesia meminta penjelasan dari Ahmad Rizal Putra, Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Banjar. Namun jawaban yang disampaikan justru menimbulkan tanda tanya besar.
“Kalau bicara logo, artinya bicara pemerintahan. Dan terkait penggunaan logo, secara rinci kita tidak mengetahui aturannya, perlu ditelusuri lagi terkait aturan perda itu. Karena sebenarnya secara tugas dan fungsi bukan fungsi saya sebagai Kabag Hukum. Kalau secara regulasi saya juga kurang hapal,” ujarnya.
Putra menambahkan, lambang daerah Kabupaten Banjar sudah ada sejak 1959. Namun, ketika ditanya mengenai Perda Kabupaten Banjar No. 7 Tahun 1984 tentang Lambang Daerah, ia tampak tidak dapat memberikan penjelasan lebih jauh.

Alih-alih menjawab, Putra justru meminta stafnya mencari draf perda tersebut. Setelah tidak juga ditemukan, ia malah balik meminta salinan aturan itu kepada wartawan.
“Perda yang ditanyakan dapat dari mana? Kalau ada, tolong kirim ke saya agar dipelajari. Karena kalau dilihat tahun perdanya 1984, kan ya? Itu juga kita belum lahir, dan kami tidak hapal semua,” ucapnya.
Pernyataan ini menuai kritik, mengingat posisi Kabag Hukum seharusnya memiliki pemahaman yang cukup mengenai regulasi daerah, termasuk soal penggunaan lambang resmi kabupaten. Terlebih, perda yang dimaksud jelas merupakan produk hukum daerah.
Putra menutup keterangannya dengan menyebut bahwa setiap perda memiliki pengampu teknis masing-masing.
“Kami perlu waktu untuk menelaah terkait perda yang dimaksud, tapi saya juga tidak menjamin bisa ketemu,” katanya.
Kritik Pengamat Hukum
Menanggapi pernyataan tersebut, pengamat hukum Kalimantan Selatan sekaligus advokat, **Badrul Ain Sanusi Al-Afif**, menyayangkan sikap Kabag Hukum Setda Kabupaten Banjar.
“Idealnya, jika berhubungan dengan hukum terutama sebuah perda seorang Kabag Hukum harus memahami isi dari seluruh produk hukum yang berlaku. Sehingga, apabila ada warga yang mempertanyakan perda tersebut, sejatinya Kabag Hukum bisa menjelaskannya,” tegas Badrul.
