PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Industri kelapa sawit Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang dapat menghambat perannya sebagai pemain utama dalam perdagangan global komoditas tersebut.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, dalam paparannya pada acara Palm Oil Expo (Palmex) Indonesia 2025, Rabu (14/5/2025).
Dalam pemaparannya, Sahat menyoroti empat kendala utama yang masih membayangi perkembangan industri sawit nasional.
Pertama, rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit menjadi sorotan utama. Data menunjukkan, produksi crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) Indonesia pada tahun 2024 hanya mencapai 52,76 juta ton, menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang menyentuh angka 54,84 juta ton.
“Secara keseluruhan, tingkat produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih rendah,” ungkap Sahat.
Kedua, kurangnya kesadaran di kalangan petani kecil turut memperburuk kondisi. Banyak petani, kata Sahat, tidak menyadari jika tanaman mereka sedang terserang virus atau jamur.
“Jika hal ini tidak disadari dan terus berlanjut, produktivitas akan terus menurun,” ujarnya.
Ketiga, Sahat menyoroti lemahnya penerapan pertanian regeneratif. Ia mengatakan bahwa para petani masih mengabaikan pentingnya praktik ramah lingkungan dalam pengelolaan lahan.
“Mereka hanya fokus pada penggunaan pupuk kimia tanpa memperhatikan dampak jangka panjang terhadap kesuburan tanah,” jelasnya.
Keempat, ia menambahkan, kurangnya insentif untuk pengembangan industri hilir serta tingginya biaya pengiriman ke pasar global turut menjadi kendala serius bagi daya saing industri sawit Indonesia di kancah internasional.
Dengan berbagai kendala tersebut, Sahat menegaskan perlunya upaya terpadu dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan petani, untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit nasional secara berkelanjutan.