
PUBLIKAINDONESIA, BANJARMASIN – Polemik penyitaan barang di toko oleh-oleh khas Banjar, Mama Khas Banjar, terus bergulir. Pihak Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) menegaskan bahwa tindakan tersebut sudah sesuai prosedur hukum, sementara pihak toko dan kuasa hukum pemilik usaha menilai ada unsur kriminalisasi.

Kasubdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Kalsel, AKBP Amien Rovi, S.H., menjelaskan bahwa penyitaan dilakukan berdasarkan laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran perdagangan.
“Sebelum penyitaan, kami sudah mendapatkan izin dari Pengadilan Negeri. Kami bertindak sesuai prosedur tanpa rekayasa atau intimidasi,” ujarnya, Senin (3/3/2025).
Penyitaan mencakup 973 item dari 35 jenis produk, dengan nilai sekitar Rp 30 juta. Produk yang disita meliputi ikan kering, udang beku, dan sirup olahan UMKM yang diduga tidak mencantumkan label produksi dan kedaluwarsa.
Namun, Manajer Mama Khas Banjar, Jauhar, menilai tindakan ini tidak sesuai prosedur. Ia mengklaim bahwa petugas tidak menunjukkan surat tugas dengan jelas serta tidak melibatkan BPOM atau dinas terkait.
“Hanya diperlihatkan sekilas. Bahkan produk di basemen yang belum dikemas juga ikut diangkut,” ujarnya.
Jauhar juga menyayangkan sikap aparat yang langsung melakukan penyitaan tanpa memberikan pembinaan terlebih dahulu.
“Seharusnya ada peringatan resmi dulu, seperti SP1, SP2, atau SP3. Ini bukan pembinaan, tapi justru membinasakan UMKM,” tambahnya.
Pemilik Ditahan, Kuasa Hukum Sebut Ada Kriminalisasi
Pemilik toko, Firly Nurachim, kini ditahan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Kalsel dan kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejari Banjarbaru.
Kuasa hukum Firly, Faisol Abrori, menilai kliennya dikriminalisasi. Ia merujuk pada MoU Kapolri dengan Kementerian Perdagangan tahun 2017 dan Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2021 yang seharusnya mengedepankan pembinaan bagi UMKM sebelum tindakan hukum diambil.
“Firly hanyalah korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada UMKM. Banyak produk yang dijualnya merupakan titipan dari nelayan dan pengusaha kecil,” tegas Faisol.
Sementara itu, istri Firly, Ani Anderiani, berharap ada peninjauan hukum terhadap suaminya, mengingat dampak besar kasus ini terhadap para pelaku UMKM yang menyuplai produk ke Mama Khas Banjar.
“Akibat kasus ini, banyak nelayan dan pengusaha kecil takut menitipkan produk mereka,” keluhnya.
Polemik ini juga memicu reaksi luas di media sosial. Sejumlah warganet mengkritik langkah aparat yang dinilai berlebihan terhadap usaha kecil.
Kasus ini berlandaskan Pasal 62 ayat 1 Jo. Pasal 8 ayat 1 huruf G atau I UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Polda Kalsel menegaskan bahwa proses hukum akan tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku.(FA)