BANJARBARU, PUBLIKAINDONESIA– Menjelang puncak musim kemarau tahun ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Rakor Kesiapsiagaan Bencana Karhutla Tahun 2025 digelar di Gedung KH Idham Chalid, Kawasan Perkantoran Gubernur Kalsel, Banjarbaru, Senin (3/8/2025).

Rapat koordinasi ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Kalimantan Selatan, H. Muhidin, dan dihadiri oleh Wakil Bupati Banjar, Habib Idrus Al Habsyi, bersama 12 pimpinan daerah kabupaten/kota se-Kalsel. Turut hadir unsur Forkopimda, perwakilan TNI, Polri, tenaga ahli gubernur, relawan, hingga pegiat karhutla dari berbagai daerah.

Dalam arahannya, Gubernur Muhidin menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam menghadapi karhutla, terutama memasuki masa kemarau yang menurut prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan mencapai puncaknya pada Agustus 2025, khususnya di wilayah barat Kalsel.
“Rakor ini menjadi momen strategis untuk memperkuat koordinasi menghadapi ancaman karhutla dan dampaknya seperti kabut asap, kekeringan, serta penurunan kualitas udara,” tegas Muhidin.
Ia menjelaskan, hasil monitoring curah hujan dan Hari Tanpa Hujan (HTH) sepanjang Juli 2025 menunjukkan bahwa Kalimantan Selatan telah memasuki musim kemarau. Sebagian besar wilayah mencatatkan HTH kategori Sangat Pendek hingga Menengah, bahkan beberapa titik sudah masuk kategori Panjang.
“Wilayah dengan HTH lebih dari lima hari kini masuk zona rawan karhutla. Pemerintah daerah kami minta memperketat pemantauan hotspot serta mengedukasi masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar,” imbuhnya.
Muhidin juga menekankan perlunya pengelolaan sumber daya air secara bijak selama kemarau. Ia mengimbau masyarakat menghemat air dan memanfaatkan sumber alternatif seperti embung, sumur resapan, serta penampungan air hujan guna mengurangi risiko kekeringan dan krisis air bersih.
Selain itu, dampak lain seperti kabut asap yang bisa menurunkan kualitas udara, mengganggu kesehatan masyarakat, serta menghambat aktivitas ekonomi dan pendidikan turut menjadi perhatian dalam rakor ini.
Rakor ini diharapkan menjadi wadah penguatan komitmen dan kesiapsiagaan seluruh pemangku kepentingan dalam mengantisipasi serta menangani karhutla secara terpadu dan berkelanjutan.