PUBLIKAINDONESIA.COM, TEL AVIV – Angin perubahan mulai terasa di Gaza. Sabtu (4/10/2025), militer Israel mengumumkan bahwa mereka bersiap menjalankan fase awal dari rencana ambisius Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang berdarah yang telah berlangsung hampir dua tahun, dan membawa pulang semua sandera yang tersisa.

Langkah ini menandai sinyal penting: Israel telah beralih ke posisi defensif penuh di Gaza tidak lagi melakukan serangan aktif, meski pasukannya tetap berada di wilayah tersebut.

Pernyataan ini muncul beberapa jam setelah Trump mengeluarkan ultimatum kepada Israel untuk menghentikan pengeboman, menyusul kabar bahwa Hamas menerima beberapa poin penting dalam rencananya.
“Saya percaya mereka siap untuk perdamaian yang abadi,” ujar Trump, dalam pernyataan yang kini menjadi bahan pembicaraan dunia.
Misi Damai Trump: Jelang Ulang Tahun Serangan 7 Oktober
Rencana Trump ini dirilis hanya beberapa hari sebelum peringatan dua tahun serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Misi Trump terlihat jelas: akhiri perang, bebaskan sandera, dan ukir sejarah.
Rencananya sudah mendapatkan dukungan luas secara internasional, termasuk dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Namun, tekanan terhadap Netanyahu baik dari dunia internasional maupun dari Trump sendiri semakin meningkat.
Meski terlihat ada titik terang, masih banyak teka-teki yang menyelimuti rencana ini.
Poin-poin besar dalam rencana Trump mencakup:
- Hamas melepaskan 48 sandera yang tersisa (20 di antaranya diyakini masih hidup) dalam waktu tiga hari.
- Hamas menyerahkan kekuasaan dan perlucutan senjata.
- Israel menghentikan serangan, menarik pasukan dari sebagian besar Gaza, dan membebaskan ratusan tahanan Palestina.
- Bantuan kemanusiaan dan rencana rekonstruksi besar-besaran akan dimulai.
Namun, dalam pernyataan resminya, Hamas tidak menyinggung soal perlucutan senjata—syarat utama dalam proposal. Sebaliknya, mereka menyatakan masih perlu konsultasi internal antar kelompok Palestina.
Kelompok Jihad Islam Palestina, yang sebelumnya menolak rencana ini, juga ikut menyatakan dukungan setelah Hamas memberikan respon positif.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan korban tewas telah menembus 67.000 jiwa, dengan perempuan dan anak-anak mewakili sekitar separuh jumlah korban.
Kondisi di Gaza semakin memprihatinkan. Kota Gaza masih berada dalam pengepungan, dengan Israel memperingatkan warga untuk tidak kembali karena dianggap sebagai “zona tempur berbahaya”.
Kelaparan makin meluas, terutama di wilayah utara, dan hampir setengah juta orang telah meninggalkan kota tersebut dalam beberapa minggu terakhir.
Di Tengah Ketidakpastian, Harapan Kecil Tetap Menyala
Negosiasi masih berlangsung. Tim perunding Israel dikabarkan sedang bersiap terbang, meski belum ada tanggal pasti. Di pihak lain, mediator Arab dan pejabat Mesir berusaha mempertemukan berbagai faksi Palestina untuk menyusun peta jalan bersama.
“Kami hanya ingin implementasi nyata… Kami ingin gencatan senjata di lapangan,” kata Samir Abdel-Hady, warga Khan Younis di Gaza.
Para keluarga sandera pun memilih untuk hati-hati berharap.
“Kami menggantungkan harapan pada Trump… Dia satu-satunya yang benar-benar mendorong ini sampai akhir,” ujar Yehuda Cohen, ayah dari salah satu sandera.
