PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Sutradara kondang Hanung Bramantyo, suami Zaskia Adya Mecca, menyuarakan kekhawatirannya soal film animasi Merah Putih: One For All yang mendapatkan slot tayang bioskop pada bulan Agustus, meski antrean film Indonesia sudah mencapai ratusan judul.

Dalam unggahan Instagram Story, Hanung mempertanyakan urgensi jadwal tersebut:

“Terus kenapa harus buru-buru tayang? Ironisnya kok bisa dapat tanggal tayang di tengah 200 judul film Indonesia ngantre tayang?”
Film ini memang menjadi sorotan netizen sejak trailer-nya diluncurkan. Kritikus menganggap kualitas animasi film ini jauh di bawah standar industri, dan menyoroti bahwa anggaran besar sebesar Rp 6,7 miliar tampaknya tak sejalan dengan hasil visual yang disuguhkan.
Bahkan, seorang animator dunia maya, Yono Jambul, mengungkap bahwa beberapa aset visual seperti “Street of Mumbai” dibeli dari platform Daz3D dengan harga belasan dolar AS, bukan dibuat secara orisinal oleh tim produksi.
Sutradara film animasi sukses Jumbo, Ryan Adriandhy, tak sungkan menyindir karya ini, menyebut efek visualnya “asal jadi” dan mengangkat isu bahwa dana publik disinyalir tidak dikelola secara transparan .
Produser Merah Putih: One For All Toto Soegriwo memberikan tanggapan singkat melalui Instagram:
“Senyumin aja. Komentator lebih pandai dari pemain,” tulisnya, tanpa menjelaskan secara rinci soal proses produksi atau penggunaan aset animasi.
Film garapan Perfiki Kreasindo (sutradara Endiarto & Bintang, produser eksekutif Sonny Pudjisasono) ini mengisahkan sekelompok anak dari suku berbeda Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa yang bersatu meraih kembali bendera Merah Putih sebelum upacara kemerdekaan ke-80 RI pada 17 Agustus 2025.
Perdebatan ini mencerminkan ekspektasi penonton yang semakin tinggi terhadap kualitas film animasi lokal, terlebih setelah kesuksesan Jumbo. Film ini menjadi sorotan tidak karena prestasi, melainkan karena kontroversi mulai dari kemiripan visual dengan aset impor, durasi produksi yang singkat, hingga penggunaan dana besar tanpa hasil visual memadai.
“Merah Putih: One For All” punya niat mulia mengangkat tema kebangsaan. Namun, eksekusi yang terburu-buru, kualitas animasi yang dipertanyakan, dan penggunaan aset siap pakai menimbulkan keprihatinan: apakah film ini melewati tol bioskop tanpa proses yang layak?