PUBLIKAINDONESIA.COM, PULANG PISAU – Dugaan praktik mafia tanah di Desa Ramang, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, kini memasuki babak serius. 22 petani dari Kelompok Tani Sarayung Jaya akhirnya angkat suara, melaporkan mantan Kepala Desa dan pengurus kelompok yang diduga terlibat dalam manipulasi dokumen lahan.

Laporan ini sebelumnya disampaikan ke Polda Kalteng dan kini resmi ditangani oleh Satreskrim Polres Pulang Pisau. Penanganan perkara ini sudah masuk dalam tahap pengembangan penyelidikan melalui Surat SP3D tertanggal 16 September 2025.

“Kami sudah mulai penyelidikan. Tim akan bekerja secara profesional dan presisi, sesuai instruksi pimpinan,” tegas Kasat Reskrim Polres Pulang Pisau, AKP Sugiharso, S.H, mewakili Kapolres AKBP Iqbal Sangaji, Selasa (30/9/2025).
Permasalahan bermula saat Kelompok Tani Sarayung Jaya yang terbentuk sejak 2008 menduga bahwa lahan mereka – masing-masing seluas 4 hektare – telah dialihkan secara ilegal. Parahnya, dokumen Paklaring yang digunakan sebagai dasar pengalihan lahan diduga palsu.
Menurut salah satu anggota kelompok, Getherlis, Paklaring terakhir di Desa Ramang hanya ada sekitar tahun 1965, namun dokumen yang beredar justru bertahun 1981.
“Kok bisa keluar Paklaring tahun 1981, padahal yang terakhir cuma ada sejak zaman Belanda,” ujar Getherlis heran.
Lahan tersebut kini sudah berubah jadi kebun sawit dan diduga kuat telah dialihkan ke PT Agrindo Green Lestari (AGL). Namun batas Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut dipertanyakan keabsahannya karena tidak tercatat jelas di administrasi desa manapun.
Para pelapor menggandeng tim hukum dari Lawfirm Scorpions, dipimpin Advokat Haruman Supono, S.E., S.H., M.H., AAIJ, yang juga menjabat Ketua DPD Peradi Bersatu Kalteng.
“Kami mendorong aparat untuk mengusut tuntas. Hak masyarakat atas tanah harus dikembalikan, dan pelaku yang memalsukan dokumen harus ditindak tegas,” tegas Haruman di Mapolres Pulang Pisau.
