PUBLIKAINDONESIA.COM, SAMARINDA – Masalah tambang ilegal di Kalimantan Timur tampaknya belum menemukan titik reda. Alih-alih menurun, aktivitas tambang tanpa izin justru disebut kian masif hingga mencapai ratusan titik operasi. Kondisi ini dinilai sebagai cerminan lemahnya penegakan hukum di sektor pertambangan.

Hal tersebut disampaikan Praktisi Hukum Deolipa Yumara. Temuan Deolipa Yumara Institut menunjukkan ada sedikitnya 200 titik tambang ilegal di Kaltim yang tetap beroperasi tanpa sentuhan tindakan dari pemerintah maupun aparat penegak hukum.
“Kita dapat informasi ada 200 titik tambang ilegal, dan ini masih sebagian kecilnya,” ungkap Deolipa.
Ia menjelaskan, tambang ilegal ini kerap beroperasi di antara lokasi tambang legal, lalu menyalurkan batubara ke pelabuhan ilegal sebelum dikirim menggunakan kapal tongkang. Satu kapal pengangkut batu bara ilegal dengan muatan 7.500 ton disebut bisa menghasilkan keuntungan hingga Rp 8 miliar.
Tak hanya itu dalam sehari bisa 15 kapal tongkang hilir mudik membawa hasil tambang ilegal keluar dari Kalimantan Timur.
“Kerugian negara bisa triliunan,” tegas Deolipa.
Namun dampaknya tak berhenti soal kerugian ekonomi. Aktivitas tambang ilegal juga memicu kerusakan lingkungan, pencemaran air, hingga konflik sosial di tengah masyarakat.
Deolipa menilai regulasi pemerintah sebenarnya tegas. Tetapi masalah utama muncul di lemahnya pelaksanaan dan penegakan hukum, sehingga aktivitas penambangan ilegal masih terus terjadi dan seolah dibiarkan.
Untuk menyelesaikan masalah, ia mendorong pemerintah mempermudah izin tambang legal agar masyarakat bisa menambang secara sah dan negara tetap memperoleh pemasukan.
“Pemerintah bisa memberi izin dengan membuka tambang rakyat yang legal,” usulnya.
Sementara itu, Ahli Hukum Pertambangan Ahmad Redi sepakat bahwa regulasi pertambangan di Indonesia sudah baik. Namun ia mengakui akses memperoleh izin usaha tambang legal selama ini memang sulit dan prosesnya panjang.
Hal itulah yang akhirnya membuka peluang kongkalikong antara pemain tambang ilegal dan oknum pemangku kebijakan.
Diskusi ini menyimpulkan bahwa penanganan tambang ilegal membutuhkan langkah serius dan sistematik bukan hanya aturan di atas kertas, tetapi penegakan di lapangan, transparansi perizinan, dan keberpihakan pada kepastian hukum.
