PUBLIKAINDONESIA.COM, KALTIM – Di tengah kondisi ekonomi yang makin sulit, banyak nasabah perbankan dan pengguna pinjaman online (pinjol) mengeluhkan ancaman lelang aset hingga penyebaran data pribadi.

Menyikapi hal ini, Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Borneo Kalimantan, M. Irfan Fajrianur, SE, menegaskan bahwa pihaknya siap memberikan pendampingan penuh bagi masyarakat yang mengalami tekanan dari pihak bank atau pinjol.

“Kami ingin memberikan pemahaman menyeluruh kepada masyarakat tentang hak-hak mereka sebagai konsumen. Termasuk langkah hukum preventif dan represif untuk menunda atau membatalkan proses lelang yang dinilai cacat prosedur atau tidak adil,” tegas Irfan Fajrianur.
Menurutnya, dalam beberapa bulan terakhir, laporan keluhan nasabah meningkat tajam, mulai dari intimidasi pinjol, ancaman penyitaan, hingga lelang aset satu-satunya milik keluarga. Kondisi tersebut membuat banyak masyarakat tertekan secara mental dan ekonomi, bahkan berpotensi mendorong timbulnya masalah sosial baru.
“Ketika aset berharga diancam dilelang dan tekanan datang dari berbagai pihak, masyarakat tidak bisa berpikir jernih. Ini bisa jadi pemicu munculnya kejahatan baru,” ujarnya.
Irfan menegaskan, masyarakat tidak boleh merasa sendirian, sebab ada payung hukum yang jelas melindungi hak konsumen, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.
Sebagai langkah nyata, LPK Borneo Kalimantan kini membuka layanan aduan private dan konsultasi hukum, yang bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat. Layanan ini bersifat fleksibel dan siap melayani di mana pun dibutuhkan.
“Kami siap hadir kapan pun dan di mana pun untuk melindungi konsumen dari ancaman yang bisa berdampak buruk di masa depan,” tegasnya.
Bagi masyarakat yang membutuhkan pendampingan hukum atau konsultasi pribadi, Irfan mempersilakan menghubungi Lembaga Perlindungan Konsumen Borneo Kalimantan melalui WhatsApp di 0821-4912-4545.

