PUBLIKAINDONESIA.COM – Kamboja menyerukan gencatan senjata segera tanpa syarat dengan Thailand di tengah konflik perbatasan yang telah memasuki hari ketiga dan menewaskan sedikitnya 32 orang. Seruan itu disampaikan oleh Duta Besar Kamboja untuk PBB, Chhea Keo, usai menghadiri pertemuan darurat tertutup di Markas Besar PBB, New York, Jumat malam waktu setempat.

“Kamboja meminta gencatan senjata segera – tanpa syarat – dan kami juga menyerukan solusi damai atas sengketa ini,” ujar Chhea Keo, dikutip dari The Guardian, Sabtu (26/7/2025).
Pertempuran Terburuk dalam Lebih dari Satu Dekade
Konflik ini tercatat sebagai yang paling berdarah dalam lebih dari 10 tahun terakhir, dengan 19 orang tewas di Thailand dan 13 orang di Kamboja. Korban jiwa di Thailand mencakup 13 warga sipil dan 6 tentara, sementara di pihak Kamboja, korban termasuk 5 tentara dan 8 warga sipil.

Perselisihan Lama Meletus Jadi Konflik Bersenjata
Pertikaian dipicu oleh sengketa wilayah perbatasan yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad, menyangkut peta warisan kolonial. Ketegangan memuncak sejak Mei 2025, ketika seorang tentara Kamboja tewas dalam insiden baku tembak. Situasi semakin memburuk pekan ini setelah seorang tentara Thailand terluka akibat ranjau darat, yang menurut pihak Thailand baru ditanam—klaim yang dibantah keras oleh Kamboja.
Kedua Negara Saling Tuduh dan Menarik Diplomat
Thailand menuduh Kamboja sebagai pihak pertama yang memulai serangan di Provinsi Trat, sementara Kamboja menuding Thailand menembakkan lima peluru artileri berat ke wilayah Provinsi Pursat. Akibat memburuknya hubungan diplomatik, Thailand menarik duta besarnya dari Phnom Penh, dan menyatakan akan mengusir utusan Kamboja dari Bangkok.
Ribuan Orang Mengungsi
Konflik ini telah memaksa lebih dari 138.000 warga Thailand mengungsi ke lokasi-lokasi aman seperti kuil, sekolah, dan pusat evakuasi. Di sisi Kamboja, lebih dari 23.000 warga telah dievakuasi dari daerah-daerah dekat perbatasan.
Dunia Internasional Serukan Penahanan Diri
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak kedua pihak untuk menahan diri, sementara Malaysia, yang saat ini memimpin blok regional ASEAN, telah menawarkan diri sebagai penengah damai. Amerika Serikat dan China juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi tersebut dan mendorong penyelesaian damai melalui dialog.