PUBLIKAINDONESIA.COM, PADANG PARIAMAN – Seorang petani jagung berinisial SM (34) di Kecamatan Lubuk Alung menjadi sorotan setelah mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI Lubuk Alung dan menjaminkan sertifikat tanahnya sebagai agunan tambahan. Padahal, menurut aturan terkini, jika nilai pinjaman KUR di bawah Rp100 juta, debitur tidak diwajibkan menyediakan agunan tambahan selain objek usaha yang dibiayai.

Kronologi Kasus

- Pada tahun 2022, SM mengajukan KUR sekitar Rp65 juta dengan tenor tiga tahun. Untuk pinjaman itu, ia menjaminkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) mobil mertua dan BPKB motornya sebagai jaminan tambahan.
- Awal 2025, ia tertunggak cicilan selama dua bulan. Untuk melanjutkan pinjaman, SM mengajukan perpanjangan/ tambahan pinjaman KUR senilai sekitar Rp70 jutaan. Kali ini, ia menjaminkan sertifikat tanah seluas 17 meter persegi di Nagari Sungai Abang, Lubuk Alung. Sementara BPKB-BPKB yang sebelumnya ia jadikan jaminan dicabut/dikembalikan bank.
Karena tidak memiliki cukup dana untuk melunasi cicilan, SM terpaksa mengambil langkah ini tanpa menyadari bahwa menurut regulasi, pinjaman di bawah Rp100 juta tidak boleh meminta agunan tambahan.
Aturan yang Mengatur
Beberapa regulasi dan fakta yang relevant:
- Permenko Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR menyebutkan bahwa untuk KUR plafon sampai dengan Rp100 juta, agunan tambahan tidak diperbolehkan.
- Di pasal 14 ayat 3 beleid tersebut, diatur bahwa plafon pinjaman sampai dengan Rp100 juta tidak harus melibatkan agunan tambahan.
- Pemerintah bahkan mengancam akan tidak membayar subsidi bunga kepada bank yang melanggar aturan ini.
- Monitoring menunjukkan ada sejumlah kasus di mana bank tetap meminta agunan tambahan walau pinjaman di bawah Rp100 juta ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap regulasi KUR.
Dampak dan Reaksi
Kasus SM bukanlah satu-satunya. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan:
- Dari 894 debitur KUR mikro dan super mikro, 144 orang (sekitar 16%) mengaku dikenai agunan tambahan meskipun pinjaman mereka di bawah atau mendekati batas Rp100 juta.
- Beberapa bank, termasuk BRI, sudah mendapat teguran dan rekomendasi dari Ombudsman dan KemenKopUKM agar mengevaluasi praktik pemberian agunan tambahan yang tidak sesuai aturan.
Kasus seperti SM ini menunjukkan adanya kesenjangan antara regulasi dan praktik di lapangan. Walaupun sudah ada aturan jelas, beberapa pihak masih membebankan syarat yang seharusnya tidak perlu.
Untuk mencegah hal serupa terjadi:
- Petani dan pelaku usaha kecil sebaiknya mengetahui hak-haknya mengenai KUR termasuk bahwa pinjaman KUR di bawah Rp100 juta tidak boleh dibebani agunan tambahan.
- Bank dan penyalur KUR mesti taat terhadap regulasi, karena jika tidak, bisa dikenai sanksi seperti tidak dibayarkannya subsidi bunga oleh pemerintah.
- Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan mekanisme aduan agar masyarakat yang merasa dirugikan bisa melapor dan mendapatkan penyelesaian.
Dengan begitu, manfaat KUR sebagai kredit usaha rakyat yang dirancang untuk membantu usaha mikro dan kecil bisa dirasakan sesuai maksud, tanpa beban tambahan yang tidak semestinya.

