PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Setelah bertahun-tahun berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag), pengelolaan ibadah haji Indonesia memasuki era baru. Pemerintah bersama DPR RI resmi menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU), yang salah satu poin utamanya adalah mengubah Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Haji dan Umrah.

Langkah ini diyakini akan meningkatkan pelayanan bagi lebih dari 200 ribu jemaah Indonesia yang berangkat ke Tanah Suci setiap tahunnya.

Kenapa Perlu Kementerian Khusus?
Menurut Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi, perubahan status menjadi kementerian didorong oleh kebutuhan untuk menghadirkan pengelolaan yang lebih fokus, profesional, dan akuntabel.
“Haji bukan sekadar urusan ibadah, tapi juga mencakup diplomasi, manajemen anggaran besar, dan pelayanan publik lintas negara. Kementerian khusus dibutuhkan agar lebih efektif,” ujarnya, Senin (25/8/2025).
Apa yang Berubah?
Perubahan ini akan menghapus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) di Kemenag. Seluruh fungsi, SDM, serta asetnya akan dialihkan ke Kementerian Haji dan Umrah yang baru.
Kepala BP Haji, Mochamad Irfan Yusuf, menyatakan siap menjalankan mandat baru tersebut.
“Kami ingin jemaah merasakan langsung dampaknya dalam bentuk pelayanan yang lebih baik,” katanya.
Arahan Presiden: Bersih dan Transparan
Presiden Prabowo Subianto turut memberi perhatian khusus pada transformasi ini. Ia menekankan pentingnya pengelolaan yang bersih dari manipulasi dan praktik curang.
Wakil Kepala BP Haji, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan bahwa Presiden ingin kementerian baru ini bekerja profesional dan transparan.
Apa Kata Pengamat dan Pelaku Usaha?
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyambut baik pembentukan kementerian khusus. Menurutnya, potensi tumpang tindih anggaran dapat ditekan jika sistem pengelolaan berjalan dalam satu pintu.
“Asalkan sistem digital diterapkan dengan baik, pelayanan bisa lebih cepat dan efisien,” jelasnya.
Ketua Amphuri (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia), Firman M Nur, juga menyambut positif. Ia berharap kementerian baru tidak hanya memperbaiki koordinasi, tetapi juga memberi perlindungan bagi biro perjalanan resmi dan jemaah.
Dampak Diplomasi dan Harapan Jemaah
Dengan berdirinya Kementerian Haji, posisi tawar Indonesia di hadapan Kementerian Haji Arab Saudi juga dinilai akan meningkat.
“Selama ini kita hanya setingkat direktorat. Dengan kementerian, kita bisa duduk setara dalam negosiasi,” kata anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf.
Sementara itu, bagi calon jemaah seperti Siti Maryam, warga Bekasi yang sudah menunggu antrean haji lebih dari 20 tahun, yang terpenting adalah kemudahan dan kecepatan layanan.
“Kami ingin antrean jangan makin panjang. Kalau sudah berangkat, urusannya jangan ribet. Kalau kementerian bikin lebih baik, ya kami dukung,” ujarnya.
Penutup: Harapan di Balik Perubahan
Lahirnya Kementerian Haji dan Umrah bukan sekadar pergantian nama lembaga, tetapi diharapkan menjadi titik awal perbaikan menyeluruh dalam tata kelola ibadah haji dan umrah di Indonesia.
Kini, publik menantikan pembuktian: apakah perubahan ini benar membawa pelayanan yang lebih baik, atau hanya menjadi formalitas baru dalam birokrasi.