PUBLIKAINDONESIA.COM, LUMAJANG – Di tengah hiruk pikuk modernisasi, Lumajang diam-diam menyimpan warisan sejarah yang luar biasa: candi-candi peninggalan peradaban Nusantara. Tak sekadar tumpukan batu tua, keberadaan candi di Lumajang menjadi bukti nyata betapa kaya budaya dan sejarah bangsa ini.

Namun dari sekian situs bersejarah, baru dua candi yang mendapatkan anggaran perawatan rutin dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPKW) XI: Candi Agung di Kecamatan Randuagung dan Candi Gedong Putri di Desa Kloposawit, Kecamatan Candipuro.

Menurut Aries Purwanty, Tenaga Teknis Arkeologi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lumajang, anggaran ini tak hanya untuk pembersihan semata, tapi juga menjaga kekokohan struktur fisik candi agar tidak lapuk dimakan zaman.
“Sampai saat ini, memang baru dua candi itu yang secara rutin mendapat alokasi perawatan dari BPKW XI,” jelas Aries.
Warisan Leluhur, Tanggung Jawab Bersama
Tak hanya Candi Agung dan Gedong Putri, Lumajang juga memiliki Situs Biting, yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya strategis dan mendapatkan anggaran langsung dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Situs Biting itu beda, karena statusnya dikelola langsung provinsi, jadi anggarannya juga beda jalur,” imbuhnya.
Aries menekankan bahwa pelestarian cagar budaya tidak cukup dari sisi fisik saja. Keterlibatan masyarakat sangat penting mulai dari menjaga kebersihan, tidak merusak, hingga menjadikan situs-situs ini sebagai ruang edukatif dan wisata sejarah.
“Kalau dikelola serius, candi bisa jadi pusat edukasi, destinasi wisata budaya, bahkan bisa mendatangkan dampak ekonomi bagi warga sekitar,” katanya.
Ia menambahkan, pelestarian situs sejarah bukan hanya bentuk hormat terhadap masa lalu, tapi investasi cerdas untuk masa depan.
“Pelestarian ini bukan nostalgia, tapi bekal generasi muda mengenal jati diri bangsanya sendiri,” tutup Aries.
