PUBLIKAINDONESIA.COM, BALIKPAPAN – Ketua Perlindungan Konsumen Kaltim, M. Irfan Fajrianur, menegaskan kembali sebuah putusan penting Mahkamah Agung yang selama ini jarang diketahui publik, namun berdampak besar bagi para debitur kredit macet.

Putusan MA Nomor 2899 K/Pdt/1994, tertanggal 15 Februari 1996, menyatakan bahwa begitu sebuah kredit ditetapkan sebagai kredit macet (NPL), maka sejak saat itu statusnya harus status quo. Artinya, bank tidak boleh lagi menambahkan bunga, apalagi denda, ke dalam utang debitur.

Menurut Irfan, meskipun putusan tersebut terbit hampir tiga dekade lalu, substansinya masih sangat relevan, terutama di tengah meningkatnya keluhan masyarakat terkait cara penagihan bank maupun lembaga pembiayaan.
🔍 Bank Tak Boleh Tambah Bunga Setelah Kredit Macet
Irfan menjelaskan, banyak debitur selama ini dirugikan oleh pembebanan bunga berlapis-lapis setelah kredit dinyatakan macet. Akibatnya, utang pokok membengkak tidak wajar, bahkan sering kali melebihi nilai agunan.
“Putusan MA ini hadir untuk mengoreksi praktik yang tidak patut. Jika bank sudah menyatakan kredit itu macet, maka risiko bank tidak boleh lagi dibebankan terus-menerus ke debitur,” tegasnya.
Dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), penambahan utang semacam itu melanggar asas keseimbangan dan kepatutan, karena konsumen ditempatkan dalam posisi yang sangat lemah.
⚖️ Kepastian Hukum bagi Debitur
Irfan menegaskan bahwa penetapan kredit macet seharusnya membawa kejelasan bagi debitur: berapa total kewajiban akhir yang harus dibayar?
“Begitu kredit macet, pembukuan bunga semestinya berhenti. Bank harus jujur dan transparan. Tidak bisa di internal menganggap sebagai kerugian, tapi ke debitur masih menagih bunga,” ujarnya.
📄 Klausula Baku yang Merugikan Bisa Dibatalkan
Irfan menyebut, banyak perjanjian kredit menggunakan klausula baku yang membolehkan bank terus membebankan bunga tanpa batas.
Namun menurut UUPK, klausula semacam ini bisa dianggap tidak adil dan dapat dibatalkan.
“Setelah kredit macet, fokus bank seharusnya pada penyelesaian konstruktif seperti restrukturisasi, bukan menambah utang seenaknya,” ungkapnya.
🤝 Apa yang Harus Dilakukan Debitur dan Bank?
Untuk Debitur:
Segera negosiasi restrukturisasi saat mulai kesulitan bayar.
Minta bukti tertulis kapan kredit ditetapkan macet.
Berhak menolak penagihan bunga tambahan setelah status macet ditetapkan.
Tetap bertanggung jawab melunasi pokok utang.
Untuk Bank:
Hentikan pembebanan bunga dan denda setelah kredit macet.
Prioritaskan penyelesaian yang humanis dan solutif.
Berikan informasi jujur dan transparan kepada konsumen.
Irfan berharap dengan diangkatnya kembali putusan MA ini, masyarakat semakin sadar akan hak mereka sebagai konsumen, dan bank dapat lebih arif dalam menangani kredit bermasalah.
“Putusan ini adalah payung hukum yang melindungi rakyat dari praktik yang tidak adil. Bank harus mematuhinya,” pungkasnya.

