PUBLIKAINDONESIA.COM, JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti serius persoalan pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran lulusan sarjana per Februari 2025 telah menembus 1,01 juta orang, mencerminkan ketimpangan antara pendidikan dan kebutuhan nyata pasar kerja.

“Kita menghadapi tantangan besar. Lebih dari sejuta sarjana kesulitan mendapat kerja. Ini menandakan sistem pendidikan dan pasar kerja belum terkoneksi dengan kebutuhan nyata industri,” tegas Puan.
Total angka pengangguran nasional saat ini mencapai 7,28 juta orang, dengan distribusi terbanyak berasal dari lulusan:

-
SD dan SMP: 2,42 juta orang
-
SMA: 2,04 juta orang
-
SMK: 1,63 juta orang
-
Universitas: 1,01 juta orang
-
Diploma: 177,39 ribu orang
Puan menilai, kondisi ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Ia mendesak evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan tinggi dan kejuruan, agar mampu mencetak tenaga kerja yang selaras dengan kebutuhan industri lima hingga sepuluh tahun ke depan.
“Kampus dan SMK harus jadi bagian dari ekosistem produktif, bukan sekadar pabrik gelar akademik,” tegasnya.
Sebagai solusi, Puan mengusulkan pembentukan Pusat Pengembangan Keterampilan Nasional di berbagai wilayah strategis. Pusat ini akan fokus pada pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) terutama di sektor digital, pertanian modern, logistik, dan energi terbarukan.
Ia juga menekankan pentingnya mendorong ekspansi sektor produktif, khususnya industri padat karya, sektor hijau, dan ekonomi digital, disertai dengan regulasi serta insentif fiskal yang terarah.
Lebih lanjut, Puan mendorong pemerintah membangun platform digital terpadu lintas kementerian untuk memetakan kebutuhan tenaga kerja sektoral secara real-time. Platform ini, menurutnya, harus melibatkan koordinasi dari:
-
Kementerian Ketenagakerjaan
-
Bappenas
-
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
-
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi
-
Kementerian Perindustrian
-
Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM
“Lintas kementerian ini harus mampu menyambungkan pencari kerja lulusan sarjana atau SMK dengan pelatihan dan lowongan kerja yang relevan, serta menginformasikan proyeksi pekerjaan masa depan berbasis data,” katanya.
Puan menilai bahwa selama kementerian dan lembaga masih berjalan sendiri-sendiri, masalah pengangguran tak akan pernah tuntas.
“Kita butuh orkestrasi, bukan solusi parsial,” ucapnya.
Ia pun menegaskan bahwa tingginya pengangguran sarjana adalah potret stagnasi dalam perencanaan pembangunan manusia. Jika tidak segera ditangani, bonus demografi yang selama ini dibanggakan justru bisa berubah menjadi beban sosial dan ekonomi.
“Negara harus hadir bukan hanya lewat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dalam kualitas dan keberlanjutan kesempatan kerja bagi rakyatnya,” pungkas Puan.