PUBLIKAINDONESIA.COM, BANJARBARU – Gejolak politik yang mencuat dalam sepekan terakhir terbukti mengguncang pasar keuangan nasional. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi hingga ke level 7.700, sementara rupiah melemah ke posisi Rp16.400 per dolar AS. Kondisi ini mencerminkan sentimen negatif investor yang semakin kuat.

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menegaskan bahwa situasi ini harus menjadi alarm serius bagi pemerintah. Menurutnya, stabilitas politik dan kepercayaan publik adalah faktor kunci yang menentukan arah pasar.

“Pasar hanya dapat beroperasi dalam kondisi normal jika peran negara kuat dan ketertiban masyarakat berhasil diwujudkan. Kepercayaan investor dan publik hanya akan tumbuh ketika kebijakan diambil melalui proses yang transparan, dikomunikasikan secara jelas, dan mencerminkan empati terhadap aspirasi publik,” kata Fakhrul, Senin (1/9/2025).
Meski demikian, Fakhrul menyebut sistem keuangan Indonesia masih solid. Hal ini terlihat dari tingginya minat investor terhadap lelang Surat Berharga Negara (SBN). Menurutnya, koreksi IHSG yang terjadi masih terbatas di kisaran level 7.700.
Untuk jangka pendek, rupiah masih berpotensi melemah hingga Rp16.500 per dolar AS, dipicu sentimen global yang cenderung menjauh dari aset berisiko. Namun, dalam jangka menengah, peluang penguatan terbuka lebar.
“Dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan likuiditas domestik yang tetap solid, rupiah bisa kembali menguat ke bawah level Rp16.000,” jelasnya.
Fakhrul juga memberikan tiga rekomendasi penting agar pemerintah dapat memulihkan stabilitas pasar sekaligus mengembalikan kepercayaan publik:
- Percepatan pembenahan keamanan dan rasa keadilan atas gejolak politik.
- Mempercepat realisasi APBN 2025 untuk menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat.
- Mengutamakan empati dalam komunikasi kebijakan agar lebih diterima publik.
“Komunikasi yang efektif dan tindakan nyata dari pemerintah akan menjadi kunci penentu kondisi pasar. Dengan langkah yang tepat, optimisme kami, kondisi ke depan akan terus membaik,” tegasnya.
Lebih lanjut, di tengah konsolidasi pasar saham, Fakhrul menilai sektor energi terbarukan dan konsumsi berpotensi menjadi fokus investor. Kedua sektor ini diproyeksikan menjadi motor pertumbuhan baru di tengah ketidakpastian global.