PUBLIKAINDONESIA.COM, WASHINGTON – Seorang pejabat senior Israel mengungkapkan bahwa uranium yang diperkaya dan tersimpan jauh di bawah tanah di fasilitas nuklir Isfahan, Iran, yang menjadi salah satu target serangan udara Amerika Serikat bulan lalu, masih mungkin diakses dan diselamatkan oleh pihak Iran.

“Uranium yang diperkaya di Isfahan masih berpotensi diambil kembali oleh Iran,” kata pejabat tersebut kepada wartawan, Kamis (10/7), dengan syarat anonimitas. Ia menambahkan bahwa “proses pemulihannya akan sangat sulit dan rumit.”

Penilaian ini muncul meskipun Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengklaim bahwa serangan pada 22 Juni yang diberi nama Operasi Midnight Hammer telah “menghancurkan total” fasilitas nuklir Iran, termasuk Fordo, Natanz, dan Isfahan.
Tiga Lokasi Diserang, Tapi Tidak Hancur Total
Serangan militer AS menargetkan tiga fasilitas utama nuklir Iran. Fordo dan Natanz dibombardir dengan B-2 stealth bomber, sementara Isfahan diserang dengan rudal jelajah Tomahawk yang diluncurkan dari kapal selam Angkatan Laut AS.
Meski ada dugaan bahwa Iran sempat memindahkan cadangan uranium mereka sebelum serangan, Israel meyakini bahwa stok uranium masih berada di lokasi saat serangan terjadi.
Laporan awal dari Defense Intelligence Agency (DIA) menyebutkan bahwa ketiga situs tersebut mengalami kerusakan besar namun tidak sepenuhnya hancur. Hal ini diperkuat oleh dua pejabat dari Defense Threat Reduction Agency AS yang menyatakan bahwa mereka belum bisa memastikan apakah bom penghancur bunker GBU-57 berhasil mencapai kedalaman sasaran yang ditentukan.
Iran Akui Kerusakan, Tapi Isyaratkan Siap Kerja Sama
Presiden Iran Masoud Pezeshkian, dalam wawancara dengan Tucker Carlson, menyebut kerusakan di fasilitas nuklir Iran “sangat parah” dan menyulitkan akses teknisi ke lokasi yang terdampak.
“Sayangnya, akibat serangan tidak sah Amerika Serikat terhadap pusat-pusat nuklir kami, banyak peralatan dan fasilitas yang rusak berat,” ujar Pezeshkian.
Meski demikian, Pezeshkian membuka kemungkinan kerja sama kembali dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), namun dengan syarat IAEA harus berhenti bersikap diskriminatif terhadap Iran.
IAEA: Fasilitas Rusak Berat, Tapi Bisa Dibangun Lagi
Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, mengatakan bahwa fasilitas nuklir Iran memang rusak cukup parah, namun bukan tidak mungkin untuk dibangun kembali.
“Jika mereka menginginkannya, mereka masih bisa memulai kembali,” kata Grossi.
“Secara jujur, tidak bisa dikatakan bahwa semuanya telah lenyap dan tidak ada apa-apa di sana.”
Grossi juga menekankan bahwa penilaian penuh terhadap kerusakan hanya bisa dilakukan jika Iran memberikan akses bagi inspektur internasional.
Dampak Strategis Masih Berkembang
Sementara pemerintah AS menyatakan keberhasilan Operasi Midnight Hammer sebagai pukulan telak terhadap ambisi nuklir Iran, penilaian terbaru dari Israel, AS, dan pengamat internasional menyiratkan kemungkinan bahwa Iran masih memiliki kemampuan untuk pulih dan melanjutkan program nuklirnya.
Dengan potensi uranium yang masih tersimpan dan kerusakan yang tidak total, sorotan dunia kini tertuju pada langkah selanjutnya dari Teheran—apakah akan membuka akses bagi inspeksi internasional atau justru mempercepat pembangunan kembali fasilitas yang hancur.